Hari Batik Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.Pada tanggal ini, beragam lapisan masyarakat dari pejabat pemerintah dan pegawai BUMN hingga pelajar disarankan untuk mengenakan batik.
Pemilihan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober berdasarkan keputusan UNESCO yaitu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, yang secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. UNESCO memasukkan batik dalam Daftar Representatif Budaya Tak benda Warisan Manusia. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia.
Pada suatu hari, ada bapak
yang sangat menginginkan anaknya jadi 'Pengusaha Tambang'. Untuk mencapai
cita-cita tersebut, maka sejak anak itu masuk SMA, Bapak ini sudah melatih anaknya giat beribadah agar hidupnya dimudahkan oleh Allah Swt. Akhirnya anak ini tumbuh
menjadi pemuda yang sholeh, rajin Tahajjud, Dzikir, wirid dan juga sedekah.
Sang bapak sangat ingin
anaknya bisa kuliah di ITS atau ITB, agar kelak bisa menjadi 'Ahli
Tambang'. Hingga pada saat anak ini kelas 12 (SMA kelas 3), si bapak menjual
motor satu-satunya yang beliau miliki untuk disedekahkan, dengan sedekah
tersebut beliau berharap rahmat dari Allah Swt dan kelancaran dari Sang Khaliq
untuk kelancaran test anaknya.
Akhirnya, sang anak pun
ikut seleksi SBMPTN mengambil di ITB dan ITS, serta mengambil mandiri juga. Jurusannya pun tidak
jauh-jauh dari 'Pertambangan & Metalurgi' sebab sudah menjadi cita-citanya
dari dahulu.
Singkat cerita, sang anak
ternyata tidak lolos SBMPTN. Tetapi, Bapak dari anak tersebut masih mempunyai cadangan melewati jalur tes mandiri. Ternyata, jalur mandiri di ITB pun tidak lolos!!! Bapak ini akhirnya
bingung. Dalam hatinya mulai bertanya-tanya:
"Kenapa Allah Swt tidak
mengabulkan impian saya?"
Sang bapak itu amat ingin
anaknya menjadi 'Ahli Tambang' agar bermanfaat bagi keluarga dan bangsa di kemudian
hari. Sang bapak pun sudah kehabisan biaya untuk ikut test dan bimbel karena
untuk ini dan itu pasti memerlukan banyak biaya. Sang anak pun tak kurang
kecewanya, ia merasa bersalah kepada sang bapak. Dengan pasrah dan tawakkal, si anak pun memutuskan untuk bekerja.
Tidak jadi tukang tambang
seperti yang diimpikan sang bapak, tetapi 'Jadi Supir Pribadi' !!! jauh
meleset! Jauh sekali dari yang
diharapkan Bapaknya. Si anak hanya dapat bertawakkal kepada Allah... Pasrah sepasrah-pasrahnya dengan Allah Swt. Sambil meyakini bahwa Allah Swt akan memberikan kemudahan dan semua hal ini terdapat hikmah didalamnya. Kebetulan anak ini menjadi 'Supir Boss Besi' di Surabaya. Setiap harinya, anak muda ini mengantarkan
bossnya ke tempat-tempat pengumpul 'Besi Bekas' di daerah Jawa. Dari Banten hingga
ke Jatim bertemu klien-klien. Bukan hanya itu, sang Boss juga mengajarkan
anak muda ini tentang bagaimana memilih besi yang Bagus, di mana beli besi bagus, dan kemana harus dijual
Singkat cerita, 2 tahun
sudah ini anak kerja jadi 'Supir si Boss Besi'. Si Boss Besi tidak mempunyai seorang anak laki - laki, akhirnya si boss memutuskan pemuda itu untuk menikahi putrinya dan
mewarisi perusahaannya.
Akhirnya sang istri boss itu
pun setuju, anak gadis mereka pun setuju, hatinya pun terpikat pada pemuda baik
yang sholeh itu.Kedua orangtua itu pun menyampaikan niat baik mereka kepada si
pemuda. Hati anak muda ini bergetar. Singkat cerita, ia pun menikah dengan putri
bossnya dan mewarisi usaha besi sang mertua. Ia sekarang jadi 'Pengusaha
Tambang Besi! Beberapa bulan kemudian, ketika sahabatmya yang lulus di pertambangan
ITS dan ITB masih kuliah, dia yang kemarin tidak lolos 'sudah Jadi Pengusaha'.
Judul buku : The Secret of Heaven
Tebal Buku : XII + 256 halaman
Penulis : Herry Nurdi
Tebal Buku : XII + 256 halaman
Penulis : Herry Nurdi
Penyunting : Taufan E.Prast
Penerbit : Lingkar Pena Kreativa
Cetakan : Pertama, Juni 2009
Buku
ini menjelaskan bahwa di balik semua kegiatan kita di dunia ini pasti akan di
pertanggung jawabkan dan semua itu lah yang akan menentukan tujuan akhir kita
di akhirat kelak. Ternyata, dalam keseharian kita menjalani aktivitas terdapat
dosa-dosa yang sering kita lupakan dan dianggap kecil. Terkadang dosa itulah
yang dapat menjerumuskan kita kepada kemurkaan sang ilahi. Sebagai contoh, di
dalam bab pertama buku ini di jelaskan tentang dosa yang di namakan “Sin of
inaction” yaitu dosa dengan tidak berbuat apa-apa. Sang penulis mengatakan
bahwa diam itu tidak selalu emas, malahan diam itu bisa membuat suatu
kehancuran. Sebagai contoh kasus, dengan kita hanya berdiam diri saat melihat
saudara kita yang kesusahan dan tidak ada rasa empati untuk menolongnya maka
secara tidak langsung kita telah mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Sama
halnya dengan saudara kita yang sedang di landa musibah di timur tengah, mereka
hampir setiap harinya harus menghadapi keresahan dari hasil perang yang
melanda. Sedangkan kita, hanya bisa melihat dan tidak melakukan apapun tanpa
memberi kontribusi lebih.
Selain itu, penulis juga membahas tentang “butterfly
effect” dari teori chaos yang digagaskan oleh Edward N.Lorenz.
Didalam buku ini di katakan “Satu kepakan lembut dari seekor kupu-kupu , bisa
berarti badai tornado yang akan datang di tempat lain”. Hal ini dapat di
tafsirkan bahwa sekecil apapun perbuatan atau keputusan yang kita lakukan akan
berdampak besar di masa yang akan datang. Dengan kita melalaikan sholat wajib
yang telah di perintahkan Allah SWT di dunia maka bisa berdampak kelak di
akhirat nanti, di tambah lagi melalaikan sholat itu sudah membudidaya di dalam
kehidupan kita, na'udzubillahimindzalik.
Pada intinya penulis ingin menyampaikan pesannya melalui buku ini bahwa pada zaman sekarang, manusia kurang memperhatikan norma-norma agama yang pada akibatnya membuat manusia bermoral rendah,selalu merasa paling benar dan merasa seperti orang yang paling hebat. Seharusnya kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya dapat meluruskan kehidupan yang kita selalu anggap remeh. Allah SWT Maha pemberi ampun, dan pastilah ada kesempatan untuk memperbaikinya.
Pada intinya penulis ingin menyampaikan pesannya melalui buku ini bahwa pada zaman sekarang, manusia kurang memperhatikan norma-norma agama yang pada akibatnya membuat manusia bermoral rendah,selalu merasa paling benar dan merasa seperti orang yang paling hebat. Seharusnya kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya dapat meluruskan kehidupan yang kita selalu anggap remeh. Allah SWT Maha pemberi ampun, dan pastilah ada kesempatan untuk memperbaikinya.
Letih tak bisa ku pungkiri
Rasa lelah yang menguasai diriDengan ikhlas ku jalani
Untuk masa depan menanti
Ku rajut hari demi hari
Dari fajar hingga petang
Ku junjung tinggi prestasi
Demi masa depan gemilang
Walau panas maupun hujan
Ku tetap usahakan
Segala rintangan kuhadapi
Dengan semangat membara di hati
Ambisi dalam diri bersatu
Walau angin berhembus kencang
Selembar kertas menjadi penentu
Demi mendapat nilai nan gemilang
Sudah dua hari Andi menempati
kamar barunya di atas loteng. Kamar barunya itu dibuat ayahnya seminggu yang
lalu, sejak kelahiran adik baru Andi. Andi merasa tidak senang karena harus
pindah kamar. Kamar dahulu Andi kini dijadikan kamar untuk adik baru Andi.
Sebagai seorang kakak, mau tidak mau ia harus mengalah pada adik barunya itu.
Sejak menempati kamar
barunya, Andi selalu terlihat murung. Setiap hari ia duduk melamun di depan
jendela,memandang pohon dan burung-burung di depan kamarnya.
Pada suatu hari, datanglah
seekor merpati putih berekor panjang menghampiri jendelanya. Sambil
mengepak-ngepakan sayapnya, merpati itu mendekati jendela Kamar Andi. Setelah
di lihat-lihat, ternyata terdapat lipatan kertas kecil yang menggantung di kaki
kirinya.
“Ah, ini seperti merpati pos pembawa surat”,pikir
Andi.
“Surat dari siapa ya?”
gumamnya, lalu mengambil gulungan surat itu dan membacanya.
“Tanamlah bunga-bunga di
halaman rumahmu yang gersang..’
Begitulah isi surat dari
merpati tersebut. Andi tidak tahu siapa pengirim surat itu. Akan tetapi, jika
dipikir-pikir lagi menurut Andi itu merupakan ide yang bagus. Andi pun
dengan segera melaksanakan perintah
yang tercantum pada surat tersebut. Ia mencari berbagai tanaman berbunga indah.
Lalu, menanamnya di halaman rumah.
Setelah tiga hari Andi
melaksanakan perintah dari surat merpati. Halaman rumahnya kini dipenuhi dengan
aneka bunga.Mulai dari mawar hingga melati, dari warna merah hingga putih.
Di hari keempat, Andi
kembali duduk di depan jendela kamarnya. Ia menikmati keindahan bunga-bunga di
halamannya. Tiba-tiba merpati pembawa surat itu datang melewati jendela Kamar
Andi dan lagi-lagi burung merpati tersebut membawa surat yang terikat di kaki
kirinya.Andi pun mengambil surat dari merpati tersebut dan membaca isinya.
“Kamu harus rajin menyiram
tanamanmu, supaya semua tumbuh segar.”
Andi pun mengikuti
perintah itu. Ia keluar rumah dan mencari alat penyiram tanaman.Setiap harinya
ia menyiram bunga-bunga di halamannya dengan rajin. Tanpa sadar beberapa bulan
telah berlalu. Tanaman bunga Banu tumbuh subur.Akan tetapi, Andi masih terlihat
murung. Ia sering terlihat duduk melamun di depan jendela.
Burung merpati kembali datang
membawa surat. Andi pun membacanya.
“Andi lihatlah bunga-bunga
yang kamu tanam itu. Sekarang sudah mekar dan indah. Itulah kebesaran Sang
Tuhan, bunga-bunga tumbuh subur dan berkembang. Keindahannya bisa kamu nikmati
dari kamar barumu."
Andi melipat surat itu,
lalu memandangi bunga-bunga dari jendela kamarnya yang bermekaran indah. Banyak
kupu-kupu beraneka warna berterbangan di sekelilingnya. Di tambah sinar cahaya
mentari yang menyinari halamannya. “Hmm.. ternyata isi surat itu benar”, ujar
Andi.
Sejak hari itu, Andi tidak
lagi melamun sedih di atas kamarnya. Dari kejauhan ternyata Paman Doni memantau
Andi, Paman Doni tersenyum dari seberang Rumah Andi. Andi tidak tahu kalau
paman Doni lah yang menulis surat. Pemilik burung merpati itu adalah Paman Doni
. Paman Doni iba melihat Andi sedih di depan jendela lotengnya. Kini Paman Doni
senang, karena Andi tidak melamun dan sedih lagi.
Pada suatu hari, di tengah hiruk
pikuk kemacetan ibu kota. Saat itu matahari terasa seperti hanya lima jengkal
dari atas kepala, di tambah lagi dengan asap kendaraan yang menyengat di tengah
kemacetan kota membuat pikiran yang pening serta penat menjadi semakin keruh.
Lama rasanya menunggu panjangnya antrian kendaraan yang tak kunjung selesai
tanpa sebab yang pasti, para pengendara pun tak henti - hentinya bersahutan
bunyi klakson kendaraan mereka seraya menambah parah suasana kemacetan yang
berlangsung. Tidak sedikit pengendara disana mulai berkata kasar dan meluapkan
semua amarahnya. Mereka mulai mengutuk satu sama lain dan meng"absen"
nama-nama hewan di sana.
Di sisi lain, ternyata ada dua ekor
anjing yang sedang berjalan bersama, di pinggiran jalanan. Mereka tengah
berbincang-bincang tentang tingkah laku manusia yang kini menurut mereka tidak
masuk akal.
"Hei, Joni. Apakah kamu
mendengar para manusia di sana memanggil kita ?"
"Hahahaha, iyaa mereka saling
bersahutan satu sama lain. Mungkin mereka ingin menjadi seperti kita
hehe".
Kemacetan pada saat itu sudah membuat
para pengandara tidak dapat membendung amarah mereka. Kata-kata kasar dan
kutukan pun sudah menjadi biasa di telinga mereka. Dengan perasaan tidak
berdosa mereka sudah bersifat layaknya hewan. Kedua anjing di pinggir jalan
tersebut kembali melanjutkan perbincangannya.
"Joni, apakah kamu pernah liat
saudara mereka yang terdapat di Ragunan?"
"Iyaa pernah, memang ada apa
?"
"Lucu saja melihat para
manusia, mereka mirip sekali dengan saudara mereka ketika sedang marah dan
tidak di beri makan"
"Hahahaha, bisa saja kamu.
Menurut ku mereka tidak jauh beda dengan kita"
"Tentu saja, buktinya mereka
saling menyebut diri mereka "anjing" bahkan teman-teman kita juga
disebut"
"Iyaa tuh, mereka juga sama
halnya dengan kita yang sulit untuk menahan marah"
"Hahahaha, benar sekali,
apalagi ketika makananku di ambil anjing lain. Mungkin sudah kugigit dia”.
Ku lihat secercah cahaya senja
Tersamar redup di ufuk barat
Langit kelam berselimut gelap
Takdir yang tergaris jelas
Telah menghampiri waktunya
10 April 2013
Di waktu itu....
Langit tampak indah berseri
Terang benderang menyinari hariku
Bersinar cerah menghibur diri
Terlena dengan indahnya waktu
Seketika...
Kabar datang melalui hembusan udara
Membawa setumpuk keresahan
Langit suram dengan segera
Angin menderu bertanda hujan
Berlalulah semua waktu
Langit suram perlahan menangis
Setitik air terjatuh silih berganti
Hembusan angin berhilir lembut
Menambah suasana sendu waktu
Detik detik kehidupan terasa nyata
Tak ada yang kekal di dunia yang fana
Silih berganti manusia mengisi kehidupan
Hari demi hari di rajutnya,
Hingga akhirnya sirna
Di saat hari mulai gelap...
Ku berjalan dengan perlahan
Di atas langit suram bersedih
Tiap langkahnya mengingatkan akan hari ini
Ku melangkah tepat disana
Ku melihat dia tepat di matanya...
Sewaktu itu....
Ia tersenyum bagai mentari di pagi hari
Tersipu malu dicampur duka
Ku ingat sekali setiap raut wajahnya
Ku ingat betul ada sesuatu padanya
Ku ingat ia benar itu nyata
Waktu seolah tidak berdetik
Diam sesaat tak bergeming
Tak terbendung rasa dihati
Ingin sekali ku berkata
Sesuatu yang tidak bisa kujelaskan
Satu yang ku yakini
Ini bukan mimpi
Disaat waktu kembali berdetik
Perlahan kabut tebal pun sirna
Sinar mentari mulai terlihat samar
Entah akan kehadiranku
Ataukah sesuatu yang lain
Terasa senang dihati
ia kembali bersinar